Pengembangan Kompetensi Pribadi
Hubungan intrapersonal dan interpersonal merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan dalam perilaku individu, bahkan memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kesuksesan hidup individu.
Dewasa ini kedua variabel tersebut direpresentasikan oleh suatu konsep yang sangat popular, yaitu Emotional Intelligence (Coleman, 1996), yang menyatakan bahwa emotional intelligence is the single most important factor for personal adjustment, success in relationship, and in job performance. Dengan demikian intelegensi emosional, tidak hanya menyangkut persoalan yang terkait dengan aspek intrapersonal (pribadi) melainkan juga aspek interpersonal (sosial). Keduanya saling bersinggungan secara fungsional dalam wujud perilaku individu sehari-hari. Walaupun sebenarnya secara konseptual dan konstruk keduanya tidak sepenuhnya sama.
Tugas-tugas perkembangan pribadi-sosial yang ingin dicapai melalui proses bantuan bimbingan dan konseling antara lain: (1) memiliki kesadaran diri (2) mengembangkan sikap positif (3) membuat pilihan secara sehat (4) menghargai orang lain (5) memiliki rasa tanggung jawab (6) mengembangkan kompetensi hubungan interpersonal (7) menyelesaikan konflik (8) dapat membuat keputusan secara baik (Depdikbud,1994).
Upaya bimbingan konseling pribadi-sosial yang dilakukan adalah memberikan bantuan kepada individu untuk mengembangkan dirinya melalui pemahaman dan pengembangan seluruh potensi diri serta kompetensi-kompetensi pribadi-sosial yang dimiliki, sehingga individu memperoleh keselarasan dalam menjalani hidup baik dalam dimensi pribadi (intrapersonal) maupun antar pribadi (interpersonal).
Pada hakekatnya kompetensi pribadi-sosial banyak dirumuskan secara berbeda, intrapersonal dan interpersonal (Gardner, 1993 dalam Rohmat Wahab; 2003), self-knowledge dan interpersonal skills (Gysbers, 1975 dalam Rohmat Wahab; 2003), dan atau personal and social skills (Myrick, 1993 dalam Rohmat Wahab; 2003). Ketiga rumusan tersebut pada hakekatnya memiliki maksud dan pengertian yang relatif sama, yaitu menggambarkan antara kompetensi pribadi-sosial yang terkait dengan orang lain atau lingkungannya yang didasari dengan adanya komitmen transcendetal, yaitu dengan pencipta-NYA. Kedua relasi intra dan inter pribadi-sosial merupakan suatu kesatuan yang secara fungsional sulit dipisahkan, sehingga kedua kecakapan dipandang lebih fungsional dan bermakna, manakala disatukan (Rohmat Wahab, 2003).
Seiring dengan konsep tersebut, islam menjelaskan bagaimana seharusnya pola atau proses hubungan antar pribadi dalam masyarakat luas, yakni pola atau proses hubungan yang dapat menimbulkan kebahagiaan dunia dan akhirat bagi seluruh individu yang terlibat, Islam mengonsepkan bahwa kehidupan itu harus berlandaskan:
1. Kebermanfaatan; artinya hubungan antar pribadi dalam kehidupan kemasyarakatan itu hendaknya memberikan kemanfaatan, bukan kemudharatan, bagi semua pihak, baik yang terlibat secra langsung maupun tidak langsung dalam proses hubungan tersebut. Ini tercermin dari firman Allah sebagai berikut:
وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-Baqoroh, 2: 195)
2. Kasih sayang; artinya dalam melakukan hubungan kemasyarakatan dengan individu lain dilakukan dengan penuh kasih sayang, saling menghargai dan menghormati. Hal ini tercermin dalam dalil-dalil naqli sebagai berikut:
“Tiadalah seorang beriman sampai dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. (H.R. Bukhari dan Muslim).”
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Q.S. Al-A’raf,7 : 199)
3. Saling menghargai dan menghormati; artinya menghargai dan menghormati orang (individu) lain secara wajar. Dalil yang menunjuk kepada kewajiban serupa ini antara lain adalah:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berlaku baik terhadap tetangga, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbicara yang baik atau diam saja (H.R. Muslim).
4. Menumbuhkan rasa aman pada individu lain; artinya keberadaan seseorang individu menjadikan orang lain merasa tentram, bukan sebaliknya, tentram dalam arti lahriah maupun bathiniah.
“Demi Allah tidak beriman 3x Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan (H.R. Bukhari).
5. Kerja sama konstruktif; artinya setiap individu berusaha membantu individu lain untuk saling meninggikan derajat kemanusiannya masing-masing. Hal ini tercermin dalam dalil sebagai berikut:
…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah, 5 : 2)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S Al-Hujurat, 49: 10)
6. Toleransi; artinya terhadap orang yang berlainan agama dikembangkan sikap saling menghargai, seperti tertera dalam dalil berikut:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah: “Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Q.S. Al-Imran,3 : 64)
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (١)لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (٢)وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (٣)وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (٤)وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (٥)لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Q.S. Al-Kafiruun, 109: 1-6)
7. Keadilan; artinya setiap orang menghargai hak orang lain dan berkewajiban memberikan apa yang menjadi hak orang lain itu tanpa mengorbankan apa yang menjadi haknya.
”Bagi dirimu ada hak yang harus kau penuhi, bagi istrimu ada hak yang harus engkau penuhi. (H.R. Bukhari)
0 komentar: